Kain Sarita, Batik Toraja yang Punah Sejak 1880

Berbicara mengenai Toraja memang tidak ada habisnya. Keunikan masyarakat setempat mengubur jenazah di gua dan gunung, pesta besar jika ada kematian selalu menarik wisatawan untuk datang ke wilayah bagian dari Sulawesi Selatan tersebut. Belum lagi kain tenunnya yang juga mendunia. Tapi tidak banyak masyarakat yang tahu jika Toraja juga memiliki batik. Sayangnya batik khas asli yang dibuat oleh tangan masyarakat asli Toraja ini sudah punah sejak 1880.

Peneliti Batik, William Kwan Hwie Liong, mengatakan Toraja terkenal dengan kain tenunnya. Tapi siapa sangka ternyata Toraja juga memiliki batik. William bercerita sejak ia dipercaya menjadi koordinator program Sentra Kreatif Rakyat (SKR) nasional yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), ia mencari tahu asal mula batik Toraja. Ditemukanlah kain Sarita yang yang menggunakan teknik batik. Setelah ditelusuri kain Sarita sudah tidak dibuat oleh keturunan masyarakat Toraja sejak 1880. Sehingga batik asli Toraja sudah punah sejak 1880.

“Pertama kali kami datang informasi yang kami dapatkan hanya berdasarkan buku dari penulis asing mengenai sejarah batik di Toraja. Dikatakan, disini ada kain Sarita dengan menggunakan teknik batik. Artinya pembuatan kain tersebut menggunakan ‘malam lebah’ (bahan pembuat batik) seperti di Jawa tapi tidak menggunakan canting melainkan bambu runcing,” kata William disela memberikan pelatihan membatik kepada masyarakiat Toraja di Toraja Utara, Rabu, (5/11).

Berbeda dengan kain Ma’a yang didatangkan dari Belanda pada saat itu. Sarita memiliki keunikan kain Sarita adalah berwarna biru dan dibuat oleh pewarna alam. ”Kain ini adalah kain pusaka yang hanya dimiliki oleh para bangsawan,” kata William.

Perbedaan antara batik Sarita dengan batik di Jawa selain pada corak dan warna juga pada penggunaan bahan perintang warna. Sebagai perintang warna, suku Toraja menggunakan malam lebah atau bubur tepung beras mirip dengan pembuatan kain simbut dari Baduy.

Menurut legenda setempat, kain Sarita maupun kain Ma’a dibawa oleh nenek moyang suku Toraja yang pertama kali datang ke bumi dari dunia atas atau surga. Kain sarita yang memiliki ragam hias yang unik ini dianggap sakral dan digunakan sebagai penolak bala.

Selain itu kain inipun diyakini memiliki tuah untuk memberkati manusia dan karenanya sering digunakan dalam berbagai upacara adat. Kegunaannya dalam upacara adat itu antara lain sebagai media penghubung antara manusia dengan nenek moyangnya.

Adapun penggunaan kain Sarita adalah dengan mengikatkan ujung kain sarita yang panjangnya 5 meter dengan lebar 30 cm ini pada tiang rumah dan ujung lainnya diikatkan pada tiang tempat kerbau ditambatkan sebelum disembelih sebagai persembahan. Corak-corak yang terdapat pada kain ini menunjukkan tingkat sosial dan kekayaan si pemilik kain.

www.jurnas.com/news/155539/Kain-Sarita-Batik-Toraja-yang-Punah-Sejak-1880----2014/1/Lifestyle/Mode