Bu’tunna te Tuak (Asal Muasal Tuak)
Timbo adalah nama menampung tuak |
Tuak !!! adalah miniman beralkohol yang disaring dari pohon enau atau pohon ijuk. Minuman ini berwarna putih seperti susu namun tuak lebih encer dibanding susu. Tak mudah untuk mendapatkan tuak dari pohon enau, bahkan tidak semua pohon enau dapat menghasilkan tuak yang baik. Ada pengetahuan khusus yang dimiliki oleh para pamba’ta (orang yang menyaring tuak dari pohonnya) sehingga tidak semua orang toraja mahir dalam mamba’ta (mengambil tuak dari pohonnya).
Mammi’ Kadekana te Tuak (Citarasa Tuak)
Terkadang cirikhas tuak dan rasanya berbeda beda tiap daerah di Toraja. Salah satu contonya tuak pa’buli. Tuak ini kebanyakan didapatkan didaerah Toraja Utara. Tuak pa’buli adalah juga tuak dari pohon enau namun tuak ini direndam dengan kulit kayu yang pahit selama beberapa jam sehingga rasanya agak pahit dan warnanya berubah menjadi sedikit kemerah merahan. Namun tuak pa’buli bukan bararti tidak ada di wilayah lain di toraja, hanya saja akan lebih sulit didapatkan dibanding diwilayah Toraja bagian utara. Lain halnya dengan istilah tuak balalo’. Tuak ini selalu diidentikkan dengan tuak yang rasanya kecut. Sementara menurut informasi balalo’ adalah nama sebuah kampung didaerah sangalla’. Kemungkinan tuak dari daerah ini rasanya rata rata kecut sehingga tiap tuak yang rasanya kecut diberi istilah “Tuak Balalo’ sekalipun tuak tersebut bukan berasal dari kampung Balalo’. Dibagian selatan tuak yang paling banyak digemari adalah tuak dari bera dan tuak dari palesan. Rasa tuak dari kedua daerah ini lebih sering masuk kewarung warung tuak di pasar Makale karna tuak ini kebanyakan sudah menjadi langganan bagi pemilik warung. Tuak yang dituliskan ini hanyalah sebagian kecil dari citarasa dan cirikhas tuak yang ada ditoraja.
Tuak Dio Tondok Senga’ (Keberadaan Tuak Diluar Daerah Toraja)
Di Toraja, tuak sangat mudah didapatkan bahkan setiap daerah memiliki warung yang menyajikan tuak entah itu di pasar maupun diluar pasar. Namun untuk warung tuak dipasar disebut galampang. Menurut cerita dari orang tua bahwa galampang artinya tempat untuk istirahat.
Tuak atau yang sering kita sebut ballo’ keberadaannya ditoraja sangat berbeda dengan daerah lain di luar toraja. Bila di toraja tuak (ballo) diperjualbelikan dengan bebas maka diluar toraja khususnya Makassar keberadaan tuak sangatlah langka. Adapun penjual tuak atau penikmat tuak enau yang ada di Makassar maka kemungkinan besar mereka adalah orang toraja yang besar di Makassar atau perantau dari toraja. Satu satunya lokasi penjual tuak (ballo) yang terkesan dilegalkan dimakassar adalah Kampung Rama. Penghuni wilayah ini mayoritas orang toraja. Maka tidak mengherankan bila ballo diwilayah ini tidak sulit untuk kita dapatkan. Konon nama kampung rama itu lahir dari penduduknya yang kebanyakan perantau dari Rantepao dan Makale dan disingkat RAMA yang artinya Rantepao dan Makale. Namun kebenaran dari cerita ini belum bisa dibuktikan. Bila berada di kampung rama ibarat kita berada di toraja, karna selain dari penduduknya yang mayoritas orang toraja, kehidupan masyarakatnya pun seperti kehidupan masyarakat di Toraja, bahkan beberapa bangunan khususnya pintu gerbang menuju kampung rama bila dari arah jln dg. Sirua, sebuah miniatur rumah khas Toraja terlihat jelas layaknya bangunan tongkonan diperbatasan Tana Toraja – Enrekang (salubarani) yang seolah menyapa dengan salam khas setiap pengunjungnya. Boleh dikata bahwa kampung rama adalah mekkahnya orang toraja atau mungkin lebih tepatnya Toraja mini. Segala makanan yang ada di toraja juga ada di kampung rama. Pa’tong (RW/duku asu), Tollo’ pamarrasan (kaloa), ban dalam (perut babi), Pantollo’ bulunangko (sayur mayana), Pa’piong (masakan daging dlm bambu), Utan Battae’ (daun singkong) sampai bakso babipun juga tersedia di kampun rama. Begitu pula dengan tuak (ballo) tidak ketinggalan dalam melengkapi kuliner ala toraja dikampung rama. Badong (tradisi dalam ritual upacara kematian) juga ada di kampung rama bila ada masyarakat yang berduka karna kematian.
Dari semua makanan dan ritual diatas, Tuak atau Ballo’ selalu hadir didalamnya. Sekalipun kehadiran tuak sebenarnya bukanlah hal yang wajib untuk dihadirkan dalam setiap ritual adat atau sebagai pendamping makanan khas toraja. Namun ketidakhadiran tuak menjadi sebuah hal yang asing bagi sebagian besar masyarakat toraja, entah karna kebiasaan ataukah kesenangan semata terhadap tuak, yang pastinya tuak telah menyatu dengan ritual adat atau budaya masyarakat toraja.
Angga’na Tuak Lan Katuoanna Toraya (Peranan Tuak Dalam Mesyarakat Toraja)
Bila di Makassar hanya kampung rama menjadi sarangnya minuman tuak, sangat berbeda dengan toraja. Di daerah yang berhawa dingin ini menyajikan dan menjual tuak dimana saja. Tidak ada yang melarang selagi mereka menjual ditanah mereka. Bahkan tak segan, di depan kantor yang berwajib (polisi) sekalipun, penikmat tuak dan penjual tuak tetap melakukan transaksi tuak dan menegak minuman. Siapa yang mampu melarang??? Pihak keamanan, pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat semua tak mampu untuk membendung penikmat tuak di toraja. Yah mungkin karna mereka juga adalah penikmat tuak. Dikalangan pejabat pemerintah, bahkan ada yang menyiapkan minuman ini dalam acara acara mereka dan menjadikan tuak sabagai sajian untuk para tamu. Tak beda dengan para polisi yang juga menjadi penikmat tuak. Beberapa waktu yang lalu penulis malah sempat minum tuak (ballo) bersama dengan teman SMP dulu yang sekarang sudah jadi perwira Polisi bahkan masih lengkap dengan seragamnya. Tak sedikit tokoh agama dan tokoh masyarakatpun serupa dengan para penikmat tuak lainnya. Adapula dalam ritual keagamaan, tuak sering hadir sebagai pelengkap kuliner. Terlebih lagi tokoh adat yang setiap melakukan ritual adat, tuak selalu menjadi minuman penghangat bagi mereka.
Keterlibatan mereka menjadi penikmat tuak bukanlah sebuah perilaku yang salah di mata masyarakat toraja. Selama masih bisa diminum dan masih bisa mengontrol diri maka selama itu pula tuak masih berkenan untuk mendampingi para penikmatnya. Penikmat tuak ditoraja bukan hanya dari kalangan kaum adam saja. Tak jarang wanita dan pelajarpun juga menjadi penikmat tuak tanpa ada pengawasan dalam bentuk regulasi selain dari orang tua mereka sendiri.
Dimana ada pesta disitu ada tuak. Begutulah kira kira gambaran tentang tuak di toraja. Jangankan dalam pesta adat atau ritual besar, sekelompok anak muda saja bila berkumpul di malam hari maka kemungkinan besar mereka sedang menikmati minuman khas toraja itu. Namun mereka bukanlah preman atau berandalan. Dalam syukuranpun tuak tak pernah absen diacara tersebut. Kehadiran tuak dalam setiap upacara adat atau keagamaan adalah sebuah hal yang tidak asing bagi masyarakat toraja.
Bila peliharaan seperti kerbau (tedong), babi, bulangan londong (sabung ayam dalam bentuk paramisi) dan sebagainya adalah sebuah legitimasi dalam ritual adat toraja maka tuak tidak termasuk salah satunya. Atau dengan kata lain kehadiran tuak dalam ritual adat bukanlah hadir untuk melegitimasi atau melengkapi ritual adat. Tanpa kehadiran tuakpun sesungguhnya ritual dapat berlangsung. Namun kehadiran tuak hanyalah menjadi sebuah pendamping bagi masyarakat yang melakukan ritual adat. Atau mungkin tuak hanya hadir karna menyenangkan bagi masyarakat toraja atau hanya karna kebiasaan semata.
Namun menurut ketua lembaga adat Pong Barumbun beberapa waktu yang lalu bahwa masyarakat Toraja sangat menghargai alam yang meyediakan segala kebutuhan masyarakat termasuk tuak. Menurutnya masyarakat Toraja selalu menyertakan tuak dalam kehidupan mereka karna tuak adalah pemberian alam. Entah ini benar atau hanya pembelaan saja terhadap penikmat tuak namun pada kenyataanya tuak sepertinya tidak lepas dari kehidupan masyarakat Toraja.
Tuak Lan Tangngana Pasa’ (kehadiran tuak di tengah pasar)
Kehadiran tuak dalam keramaian seperti pasar bukanlah hal yang baru bagi masyarakat toraja. Untuk mendapatkan tuak maka lebih mudah kita dapatkan di tengah pasar. Pasar Makale contohnya. Di babangan (pintu gerbang) pasar kita sudah dapat melihat minuman itu dalam jerigen yang akan diperjualbelikan. Terkadang kemacetan di pasar diakibatkan oleh banyaknya penjual tuak yang berjejer di pinggir jalan bahkan tak jarang ada beberapa penjual tuak yang menempatkan tuaknya diatas bahu jalan sehingga menimbulkan kemacetan ditengah pasar.
Aturan pemerintah yang menetapkan hari hari pasar tidak mengurangi penjual tuak di pasar Makale. Terlebih bila bertepatan dengan hari pasar maka dapat dipastikan bahwa penjaul tuak akan semakin membeludak.
Galampang adalah sebuah nama yang diberikan untuk warung2 di tengah pasar. Warung warung tersebut berjejer di tengah pasar dan menyajikan berbagai makanan khas toraja. Bila di wilayah Rantepao warung makan yang paling dikenal adalah warung poi’ Buri’, maka di Makale nama warung solata yang dikelolah oleh pong Sherli cukup dikenal. Ada kemungkinan kedua nama warung ini sangat dikenal karna selalu menyajikan makanan khas toraja yang nikmat itu.
Galampang juga menyajikan tuak. Maka tak heran bila galampang selalu dipenuhi oleh penggemar Tuak. Namun sayangnya tidak sedikit pengelolah warung di galampang juga menjadikan galampang sebagai tempat untuk berjudi atau melakukan transaksi kupon putih. Sekalipun demikian tak mengurangi pengunjung untuk datang menikmati makanan ala Toraja di galampang.
0 komentar:
Posting Komentar